Oleh: M. L. Aldila Tanjung., S.H., C.C.D *
Polemik dan perdebatan mengenai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) buat saya mencapai antiklimaks pasca dijatuhkannya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 (“Putusan MK 91”) atas UU Cipta Kerja. Kita ingat betul, setelah disahkannya UU Cipta Kerja ini dalam rapat paripurna pada tanggal 5 Oktober 2020, aksi demonstrasi ribuan mahasiswa, buruh, dan aktivis pergerakan seantero negeri seolah menyelimuti UU yang super-kontroversial ini. MK yang sebelumnya diharapkan dapat melakukan penafsiran konstitusional secara adil dan tegas, rupanya mengambil jalan tengah yang menimbulkan pekerjaan rumah baru: inkonstitusional bersyarat. Istilah yang baru dikenal sejak MK berdiri.
0 Comments
29/12/2019 0 Comments IndoXXI dan sejenisnya diblokir. Mengapa kita suka dengan sesuatu yang ilegal atau melanggar Hukum?Oleh: M. L . Aldila Tanjung S.H * Pergantian tahun 2019 ke 2020 diwarnai membirunya para penonton setia indoXXI, Bioskopkeren, Layarkaca21 dsbg, dsbg. Sebab Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Johnny G. Plate mengatakan bahwa pihaknya akan bertindak tegas pada pengelola situs streaming film ilegal yang membandel terhitung sejak Januari 2020. Diberitakan melalui Kompas.com, dalam kurun waktu beberapa tahun kebelakang Kominfo telah memblokir sebanyak lebih dari 1.000 situs streaming video illegal alias bajakan. Menkominfo juga menyatakan akan membawa pelaku yang masih melanggar untuk dilakukan penindakan hukum. Keseriusan Kominfo dalam mengejar dan menutup situs a quo disebut-sebut merupakan bentuk komitmen terhadap pemberantasan terhadap pelangaran Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). 12/11/2019 0 Comments Awas! Jangan terjebak menanda tangani suatu dokumen hukum yang tidak anda pahami.*Oleh: M. L. Aldila Tanjung S.H Pernah mengunduh suatu aplikasi dan anda melewatkan untuk membaca syarat & ketentuannya? Atau pernah berada pada satu momentum dimana anda harus menanda tangani suatu perjanjian, misalnya perjanjian pembukaan rekening dan karena malas membaca anda langsung menanda tangani perjanjian tersebut? Oleh: M L Aldila* Sudah nonton film documenter berjudul Sexy Killer karya sutradara Dandhy Dwi Laksono? film yang muncul saat masa tenang pemilu serentak 2019 menjadi pemicu saya menulis tulisan yang bersinggungan dengan hukum lagi. Berkisah mengenai masifnya aktifitas penambangan batu bara hingga pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di sejumlah wilayah Indonesia yang berimbas pada munculnya friksi sosial politik, ekonomi, sampai hukum. *Oleh: Muhammad Luthfi Aldila Menyusul kembalinya Gubernur Ahok setelah masa cuti kampanye pilkada berakhir pada 11 Februari 2017, terdapat satu pertanyaan yang tersisa : mengapa Ahok tak kunjung di Nonaktifkan sebagai Gubernur padahal status hukum yang melekat adalah Terdakwa? Menurut Pasal 83 ayat 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD apabila didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun. Sementara ayat 2 pada pasal yang sama memperjelas waktu pemberhentian sementara terjadi apabila perkara Kepala daerah tersebut telah mendapat nomor register perkara di pengadilan. Terdapat dua pandangan dari para ahli hukum dalam menganalisis perkara Gubernur Ahok. Pertama, secara otomatis Ahok harus diberhentikan untuk sementara waktu karena ketentuan pasal 83 ayat 1 mengatur apabila Kepala daerah didakwa dengan ancaman pidana paling singkat 5 (lima) tahun penjara maka dengan sendirinya Kepala daerah tersebut dinonaktifkan oleh pemerintah; kemudian pandangan Kedua, bahwa Ahok tidak serta merta dapat diberhentikan sebab bila melihat perkara pidana yang didakwakan, Jaksa Penuntut Umum telah menggunakan Surat Dakwaan yang disusun secara alternatif yaitu melanggar Pasal 156 huruf a atau Pasal 156 KUHP yang ancaman pidananya disebutkan maksimal 5 (lima) tahun penjara, bukan merupakan ancaman pidana minimal 5 (lima) tahun penjara sebagaimana diatur oleh pasal 83 ayat (1) UU Pemerintah Daerah. Ketentuan Pasal 156 KUHP huruf a sendiri mengatur 'Barang siapa di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun penjara'. Sedangkan Pasal 156 KUHP menyebutkan 'Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun'. |
Muhmd Aldi
Tukang komentar. khususnya seputar hukum, politik dan kebijakan publik. Merupakan pria keturunan asli Minangkabau. Archives
September 2021
CategoriesAll Catatan Kritis Fakultas Hukum UNS Gerakan Mahasiswa Hukum Hukum Tata Negara Internasional Kegiatan Keluarga Mahasiswa Fakultas Hukum Manifestasi Manifesto Politik Opini Pribadi Penegakan Hukum Politik Universitas Sebelas Maret |