12/11/2019 0 Comments Awas! Jangan terjebak menanda tangani suatu dokumen hukum yang tidak anda pahami.*Oleh: M. L. Aldila Tanjung S.H Pernah mengunduh suatu aplikasi dan anda melewatkan untuk membaca syarat & ketentuannya? Atau pernah berada pada satu momentum dimana anda harus menanda tangani suatu perjanjian, misalnya perjanjian pembukaan rekening dan karena malas membaca anda langsung menanda tangani perjanjian tersebut? Jika pernah, anda tidak sendirian. Saya pun pernah melakukan hal yang sama sampai saya memahami suatu hal penting. Bahwa bentuk persetujuan yang kita buat, entah dalam bentuk persetujuan virtual (dalam aplikasi misalnya) atau tanda tangan basah sesungguhnya merupakan bentuk perbuatan hukum. Setiap perbuatan hukum harus dianggap sebagai sebuah kebenaran sampai anda sendiri dapat membuktikannya secara terbalik bahwa terdapat suatu upaya yang memenuhi unsur kekhilafan, paksaan atau penipuan sehingga anda tidak dapat dikenakan pertanggungjawaban atas apa yang telah anda perbuat. Sebuah perjanjian sejatinya bersifat kesepakatan. Mutlak terdapat seminimal-minimalnya dua pihak dalam dokumen tersebut. Untuk dipandang sebagai suatu perjanjian yang sah dan mengikat, maka pembuatan perjanjian harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut “KUH Perdata”) yaitu: a) kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, b) kecakapan untuk membuat suatu perikatan, c) suatu hal tertentu dan d) suatu sebab yang halal. Untuk kesempatan kali ini, kita hanya fokus pada butir a mengenai kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya. Mengenai kesepakatan, pasal 1321 KUH Perdata menerangkan bahwa: tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan. Selain kekhilafan, paksaan dan penipuan, dikenal adanya konsep penyalahgunaan keadaan (dalam Bahasa belanda ditulis misbruik van omstandigheden). “Pasal 1321 KUH Perdata menerangkan bahwa tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan” Misbruik van omstandigheden dalam perkembangan hukum kontrak sebagaimana dikutip oleh HukumOnline terjadi apabila orang mengetahui atau seharusnya mengerti bahwa pihak lain karena suatu keadaan khusus, seperti keadaan darurat, ketergantungan, tidak dapat berfikir Panjang, keadaan jiwa yang abnormal atau tidak berpengalaman, tergerak untuk melakukan suatu perbuatan melawan hukum meskipun ia tahu atau seharusnya mengerti sebenarnya ia harus mencegahnya. Dimisalkan, jika dalam prosesi penanda tanganan kontrak PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) anda sebagai calon pekerja diberikan tekanan oleh perusahaan untuk menanda tangani PKWT sedangkan isi daripada PKWT tidak anda pahami maka sesungguhnya kondisi tersebut telah memenuhi syarat untuk disebut sebagai kasus ‘penyalahgunaan keadaan’. Sebab, perusahaan dalam hal ini berada dalam posisi yang kuat dan dominan. Akhir dari narasi tersebut pun bisa ditebak, perusahaan akan memaksanakan keinginannya terhadap anda demi keuntungannya sendiri sehingga melahirkan isi dan syarat kontrak yang berat sebelah atau tidak adil. “tidak berpengalaman (termasuk dalam urusan hukum) merupakan suatu keadaan khusus yang dapat berakibat pada penyalahgunaan keadaan oleh pihak-pihak tertentu” Penyalahgunaan keadaan terbagi menjadi dua, yaitu penyalahgunaan ekonomi dan penyalahgunaan keunggulan kejiwaan yang memiliki dua unsur yakni: a) adanya kerugian yang diderita satu pihak dan b) adanya penyalahgunaan kesempatan oleh para pihak pada saat terjadinya perjanjian. Yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah, “bagaimana jika saya berada dalam tekanan saat melakukan proses tanda tangan?”. Sebelum menjawab pertanyaan tersebut lebih jauh, tentu kita harus memahami situasi dan kondisi yang terjadi. Apakah betul anda sedang berada dalam situasi yang tertekan / terintimidasi. Atau itu hanya upaya anda untuk membenarkan sikap malas anda dalam membaca dengan detil syarat ketentuan yang telah diperjanjikan. Berdasarkan pasal 1324 KUH Perdata, paksaan terjadi bila tindakan itu sedemikian rupa sehingga memberi kesan dan dapat menimbulkan ketakutan pada orang-orang yang berakal sehat, bahwa dirinya, orang-orangnya, atau kekayaannya, terancam rugi besar dalam waktu dekat. Dalam pertimbangan hal tersebut, harus diperhatikan usia, jenis kelamin dan kedudukan orang yang bersangkutan. sementara berdasarkan pasal 1325 KUH Perdata, paksaan menjadikan suatu persetujuan batal, bukan hanya bila dilakukan terhadap salah satu pihak yang membuat persetujuan, melainkan juga bila dilakukan terhadap suami atau istri atau keluarganya dalam garis ke atas maupun ke bawah. “paksaan berdasarkan pasal 1324 KUH Perdata terjadi bila suatu tindakan memberi kesan dan dapat menimbulkan ketakutan bagi orang-orang yang berakal sehat….” Jika terbukti anda berada dalam tekanan seperti misalnya pada kasus yang telah divonis inkrah dalam Putusan MA Nomor 2356K/Pdt/2010 bahwa penggugat membuat perjanjian jual beli dalam keadaan Penggugat ditahan oleh polisi karena laporan dari Tergugat I dan Tergugat II. Kemudian keadaan tersebut digunakan Tergugat untuk menekan Penggugat agar mau membuat atau menyetujui perjanjian jual beli tersebut. Maka hal tersebut merupakan bentuk “misbruik van omstandigheden” yang dapat mengakibatkan perjanjian dapat dibatalkan karena tidak lagi memenuhi unsur-unsur Pasal 1320 KUH Perdata yaitu tidak ada kehendak yang bebas dari pihak Penggugat. Hal-hal yang harus diperhatikan
Untuk menghindari penyalahgunaan keadaan, maka sekurang-kurangnya anda harus melakukan tindakan berikut agar terhindar dari tindakan manipulatif lawan anda.
Demikian informasi yang dapat saya berikan. Semoga bermanfaat. ******* * Merupakan pria berdarah Minangkabau yang memiliki kecintaan terhadap dunia hukum. Saat ini masih menggeluti hobinya dalam menulis topik-topik seputar hukum.
0 Comments
Leave a Reply. |
Muhmd Aldi
Tukang komentar. khususnya seputar hukum, politik dan kebijakan publik. Merupakan pria keturunan asli Minangkabau. Archives
September 2021
CategoriesAll Catatan Kritis Fakultas Hukum UNS Gerakan Mahasiswa Hukum Hukum Tata Negara Internasional Kegiatan Keluarga Mahasiswa Fakultas Hukum Manifestasi Manifesto Politik Opini Pribadi Penegakan Hukum Politik Universitas Sebelas Maret |