* oleh: Muhammad L Aldi Terlalu over dalam hal menuntut kinerja dari sebuah pemerintahan yang baru berumur satu tahun tentu bukanlah langkah yang bijak. Di sisi lain, bersikap apatis dan menyerahkan begitu saja semua urusan kepada pemerintahan tentu juga bukan sikap yang pas. Dinamika dalam satu tahun pemerintahan jokowi-JK mungkin bisa dianalogikan seperti gempa bumi. Sarat akan kekacauan atau disorder. Memacu kepedihan dan kekecewaan yang mendalam. Namun, bukan berarti kekacauan ini berbuntut pada kehancuran. Amukan alam melalui gempa bumi justru mampu mengokohkan kembali apa yang sebelumnya terlupakan.
Aceh yang sudah lebih dari 11 tahun lalu dilanda tsunami misalnya, bisa dilihat kini wajah aceh penuh akan tatanan sosial masyarakat yang baru. Melalui mahabencana tsunami yang berawal dari gempa bumi, aceh pun berbenah. Pukulan yang cukup dahsyat rupanya berhasil menguak fase baru pembangunan di aceh. Melalui contoh ini, tentu bukan berarti saya senang akan musibah tsunami yang melanda serambi mekkah. Melainkan hanya sebagai sebuah perumpamaan, sebuah disorder atau kekacauan nyatanya memang dibutuhkan sebagai awal untuk merubah tatanan sosial masyarakat. Mungkin inilah yang sedang berlangsung didepan mata kita. Sebuah panggung sandiwara pemerintahan yang sarat akan disoder sedang dipertontonkan dengan jelas. Kinerja kabinet kerja ini memang belum sepenuhnya mulus. Ada saja sejumlah masalah-masalah lama yang masih mengotori jalan daripada kabinet ini. Bahkan, masih ada saja masalah-masalah klasik berkedok kuasa dan keyakinan seperti kasus salim kancil, tolikara dan aceh singkil yang menyungkil keberjalanan setahun pemerintahan jokowi. jika saja penanganan kasus-kasus tersebut kedepannya masih menguap (bahkan mungkin hilang) ditengah jalan, dapat dipastikan presiden ke 7 ini tidak jauh berbeda dengan presiden ke 6 yang membiarkan munir mati di udara tanpa kejelasan kasus. Problem seperti birokrasi perizinan yang masih berbelit, koordinasi antar-lini yang masih macet, desentralisasi yang miss komunikasi, dan sekali lagi, kekerasan atas nama keyakinan merupakan persoalan yang masih menggantung hingga saat ini. Persoalan-persoalan ini tentu akan semakin menumpuk di level masyarakat. Terlepas dari adanya kandungan aspek-aspek lain di sana, bagi saya kedepannya pemerintah harus semakin serius dalam menangani satu per satu permasalahan yang ada. Pemetaan permasalahan dengan disertai pencegahan dan penanganan yang serius mutlak dilakukan. Selain permasalahan diatas, saya rasa yang harus juga dibenahi oleh jokowi (selaku kepala negara) ialah kondisi mental para pemain politik di tingkat pusat. Mengingat revolusi mental tentu bukan hanya ditujukan kepada rakyat kecil bukan? Maka, sudah sepatutnya revolusi atau bela negara tersebut mesti dimulai dan dicontohkan dari tingkat pusat terlebih dahulu. Utamanya dimulai dari merevolusi mental para politisi kita. Dari segi etika politik di tingkat nasional misalnya, jika diamati persoalan sekarang memang jauh lebih memuakkan daripada persoalan politik yang muncul pada oktober setahun lalu. Pada akhir tahun lalu hingga awal tahun ini masyarakat dipertontonkan secara gamblang drama perebutan bagi-bagi kekuasaan melalui ‘pembelahan politik’ antara koalisi indonesia hebat dan koalisi merah putih. Kini, masyarakat dipertontonkan kembali drama politik penuh pembodohan dari ketua dan wakil ketua DPR (beserta para pimpinan komisi-komisi) bersama donald trump –si bakal capres- amerika serikat. Walau drama tersebut berlanjut ke meja etik dan sempat membuat gaduh indonesia, toh kini kita tidak lagi mendengar apa lanjutan upaya mahkamah kehormatan DPR dalam menindak ketua, wakil beserta pimpinan komisi yang melanggar kode etik tersebut. menyimak kondisi para politisi yang demikian, saya jadi teringat kalimat satir yang pernah melintas di ingatan ini: “politicians are the same all over. They promise to bulid bridges even when there are no river”. Persiskah seperti di indonesia? saya rasa SANGAT persis. Kembali lagi. Berdasarkan pengamatan saya dalam setahun terakhir. Tentu ada beberapa catatan keberhasilan yang mestinya tidak lupa disampaikan. Sebabnya kita mengerti. Indonesia hingga kini masih mewarisi mental yang diajarkan kolonialisme melalui strategi politik pecah belah. Kolonialisme dahulu merusak otak kita dengan mengadu domba antar sesama. Dengan cara mengedepankan keburukan daripada kebaikan. Maka jika anda paham bahwa yang diajarkan belanda pada kita selama 450 tahun lamanya tersebut sebagai sebuah kesalahan, tinggalkanlah segera kebiasaan tersebut. ubah cara pandang kita. Utamanya dalam menilai pemerintahan. Kritik itu perlu dengan sesuai dosis. Sama seperti konsumsi obat-obatan. Jika dosis konsumsi anda pas maka langkah anda tepat, namun jika dosis anda terlalu over maka saya pastikan anda minggat dalam waktu yang cepat. Yang perlu diapresiasi, dalam waktu satu tahun terakhir jokowi berhasil menuntaskan pembangunan Tol Cipali dan tol kalimantan. barat. Di sektor ekspor impor, ada jurus rajawali ngepret oleh anak buah jokowi yang berhasil memangkas dwelling time. Di bidang penanganan kebakaran hutan, ada keberhasilan pemerintah yakni perintah pencabutan izin perusahaan pembakar lahan (meski hanya perusahan ecek-ecek). Kemudian dibidang penegakan hukum. Ada kebijakan tegas berupa eksekusi mati bandar narkoba (walaupun entah kini kelanjutannya bagaimana). Serta apresiasi lain di bidang laut berupa penenggelaman kapal-kapal pencuri ikan kekayaan laut kita. Selain itu keberhasilan pemerintahan indonesia dalam hal menggelar peringatan 60 tahun konferensi asia afrika. Di sektor lain, keberhasilan pemerintah juga patut untuk diapresiasi dalam hal pengalihan subsidi bahan bakar minyak ke sektor lain yang lebih produktif. Dan terakhir, apresiasi saya pribadi atas semakin dewasanya sikap jokowi dari hari ke hari sebagai presiden. Mengingat pada awalnya, mungkin kita masih ingat betul begitu mudahnya keputusan sang presiden digoyahkan oleh ibu banteng dan partai-partai pendukungnya misalnya dalam memilih jaksa agung, calon kapolri, wantimpres, serta jabatan lain yang secara tidak langsung mengindikasikan bagi-bagi kue politik di Ring 1. Namun kini, jokowi (nampak) semakin matang dalam bertindak. Meskipun ia pernah sangat blunder ketika menandatangani perpres tanpa membaca isi substansi dan acapkali tidak memiliki taring dalam melindungi KPK dari berbagai serangan, namun belakangan saya dapat melihat dengan nyata. Ia (terlihat) banyak mendapat perkembangan positif di segi mental, pembawaan diri, keputusan, bahkan menyentuh pernyataan sikap melalui pidato yang disampaikan. Misalnya saja ketika ia berpidato di depan para petinggi dunia beberapa bulan silam. Ia berbicara dengan amat lantang bahwa IMF dan World Bank merupakan wacana yang sangat basi dan harus segera ditinggalkan!. Sungguh, siapa lagi presiden yang berani berteriak lantang seperti itu terakhir kali kepada amerika selain bung karno (?). Inilah dia, presiden kita ditengah segala disorder yang ada dalam keberjalanan pemerintahannya. Akan tetapi, saya pun tidak terbuai dan melupakan. Seperti yang saya katakan di awal tulisan ini. Mengkritisi itu perlu. Bagi saya, pemerintahan ini masih menyisakan banyak PR yang harus diatasi dengan sangat segera. Tragedi salim kancil, tragedi aceh singkil, tolikara, serta yang terpenting: bencana asap sumatera-kalimantan merupakan sedikit PR dari PR-PR lain yang harus segera diatasi oleh pemerintah. Tidak ada kompromi dalam hal ini. Tidak ada koma untuk mengatasi hal ini. Diperlukan tanda seru sebagai penanda keseriusan dan diperlukan titik untuk segera mengakhiri permasalahan yang berkepanjangan ini. PR lain yang harus dituntaskan oleh pemerintah ialah sejumlah tantangan yang membuat target-target satu tahun pemerintahan meleset. Pukulan telak krisis ekonomi global yang berujung pada perlambatan ekonomi nasional sehingga menggerus daya beli masyarakat, bahkan juga telah mengancam pemutusan hubungan kerja di sektor usaha masih membayangi keberjalanan pemerintah. Itupun masih ditambah dengan rentannya dampak akibat lambatnya pertumbuhan ekonomi nasional, yakni rentannya harga-harga kebutuhan pokok untuk naik, dan tidak menentunya indikator stabilitas makroekonomi. Jika saja masalah-masalah yang masuk dalam target-target satu tahun pemerintahan ini tidak segera ditanggulangi dengan cermat dan cepat, maka dapat dipastikan target jokowi dalam hal mewujudkan wacana indonesia nawa cita akan berubah menjadi indonesia (ber)duka cita. Satu tahun memang merupakan seperlima dari perjalanan pemerintahan jokowi. Namun, satu tahun ini juga merupakan waktu yang amat krusial untuk menentukan kelancaran roda pemerintahan hingga empat tahun terakhir. Karena itulah, tidak boleh ada jeda untuk sedikit berleha-leha. Karena jargon “kerja-kerja-kerja” masih amat jauh dari kata selesai. Ini baru permulaan pak presiden. Kami tidak ingin disorder yang mewarnai setahun keberjalanan pemerintahan anda terulang di empat tahun kedepan. Karena itulah, untuk menilai gagalkah jokowi (?). Saya rasa... Pemerintah yang dipimpin jokowi belum sampai pada adanya sebuah penarikan kesimpulan yakni: kegagalan. Hal tersebut bagi saya dapat diamati melalui argumen seberapa busukknya pola pemerintahan yang dipimpin jokowi selama ia berkuasa. Kebusukkan tersebut memiliki indikator berupa kekacauan pada legal system. Yakni: (i) structure of law; (ii) substance of law; dan terakhir (iii) budaya hukum. Pendekatan ini saya kutip dari system yang diamati oleh lawrence friedman. Meskipun banyak ahli hukum berpandangan legal system bukan merupakan suatu pendekatan untuk mengamati suatu peristiwa, namun bagi saya. Legal system masih relevan manakala makna dari poin per poin yang disebutkan tersebut dikaitkan dengan perkembangan yang ada. Karena ini merupakan suatu ilmu. Ilmu bagi saya bukan melulu berbicara mengenai pakem yang melulu kaku. Tapi juga berbicara mengenai kegunaan. Maka, selagi relevan. Bagi saya, tidak masalah jika legal system ini saya kaitkan dengan indikator kegagalan pemerintahan. Untuk (i) struktur hukum, kegagalan baru akan tercapai jika saja kebusukkan pada lembaga penegakkan hukum seperti Polri, jaksa, pengadilan semakin tercium busuk. Sementara untuk (ii) substansi hukum, kegagalan untuk pemerintahan jokowi baru akan pas diucapkan jika norma/ peraturan maupun keputusan yang dihasilkan lembaga maupun pejabat terkait sama sekali tidak mencerminkan konstitusi dan malah menguntungkan mereka yang berpaham kapitalis serta berpandangan neo-liberalisme dan neo-imperalisme. Dan terakhir, untuk (iii) budaya hukum. Bagi saya, kegagalan jokowi baru akan terlaksana jika ide, sikap maupun pendapat baik oleh pejabat hinga level masyarakat terbawah yang berhubungan dengan hukum semakin rusak dan jauh dari kata ideal. Atau, mungkin bisa disederhanakan sebagai revolusi (semakin) gagal. Bukan lagi revolusi mental. Itulah sekelumit pandangan dan argumen saya mengapa sekali lagi saya katakan Pemerintahan jokowi ini belum sampai pada kegagalan. Sebab jika saja suatu hari kegagalan ini mencapai lebih dari ambang batas indikator yang telah saya jabarkan diatas. Maka tanpa ragu, tindakan yang paling pas untuk segera dilaksanakan kurang lebih persis dengan pidato yang diutarakan seorang filsuf terkenal bernama cicero di tengah tribunus: “ikan membusuk mulai dari kepala hingga ekor, sehingga tindakan yang pantas untuk dilakukan adalah dengan memotong dan membuang KEPALA ikan tersebut terlebih dahulu”. Untuk mengakhiri tulisan saya pada kali ini, tidak lupa saya sampaikan bahwa segala rencana pasti akan selalu ada upaya. Perkara dollar yang masih digdaya dan asap yang masih membuat dada di sebagian sumatera dan kalimantan sesak nafas tentu masih menjadi perhatian kita seksama. Tentu, pula mesti dipahami bahwa pekerjaan ini tak bisa diselesaikan secara instan. Sebab apabila dollar dan asap bisa diatasi dengan mantra simsalabim-abrakadabra, maka tidak perlu repot-repot kita melaksanakan pemilu, cukup angkat saja Deddy Corbuzier atau Limbad menjadi presiden maka persoalan pun usai. **** *penulis merupakan mahasiswa semester akhir di FH UNS dan sedang mengambil skripsi mengenai anomali bantuan keuangan kepada partai politik. Ia memiliki ketertarikan di isu-isu hukum khususnya isu seputar ketatanegaraan. Selain aktif di berbagai organisasi, ia juga aktif sebagai pegiat anti-korupsi di Pusat Studi Transparansi Publik dan Anti Korupsi (PUSTAPAKO) UNS.
0 Comments
Leave a Reply. |
Muhmd Aldi
Tukang komentar. khususnya seputar hukum, politik dan kebijakan publik. Merupakan pria keturunan asli Minangkabau. Archives
September 2021
CategoriesAll Catatan Kritis Fakultas Hukum UNS Gerakan Mahasiswa Hukum Hukum Tata Negara Internasional Kegiatan Keluarga Mahasiswa Fakultas Hukum Manifestasi Manifesto Politik Opini Pribadi Penegakan Hukum Politik Universitas Sebelas Maret |