28/1/2015 0 Comments Senyapnya Manuver Politik MegawatiEntah disengaja atau tidak, di tengah rimbun dan panasnya ketegangan politik belakangan ini yang dihadapi oleh presiden jokowi, sang ketua umum PDIP Megawati Soekarnoputri seperti hilang ditelan bumi. Padahal, sang ketua umum ini biasanya selalu saja muncul dan tak pernah absen kala ada permasalahan yang melanda kader-kader PDIP-nya. Namun, memang sepertinya si ‘sutradara’ PDIP ini nampaknya memang (masih) tetap memegang kendali dari balik layar. Tentunya dengan kendali cengkraman politik yang dasyat di balik layar serta dengan tetap menjadi pengambil keputusan yang kadang kala ‘mengganggu’ kinerja sang presiden.
Aktivitas spionase dan gerilya politik memang sangatlah cocok disematkan pada megawati selaku sang ‘sutradara’ partai. Meskipun tak pernah lagi terlihat di muka publik, namun nampaknya sang ‘sutradara’ masih sangat sibuk memimpin sejumlah pertemuan. Megawati memang masih kerap bertemu dengan sejumlah pimpinan parpol KIH semenjak kasus calon kapolri Budi Gunawan ini mencuat. Meski presiden jokowi belakangan ini dihadapkan dengan posisi sulit terkait penunjukan komjen budi gunawan menjadi calon kapolri. Dan ditambah dengan terbentuknya opini publik bahwa “BG adalah titipan megawati” namun, megawati nampak tak gamang. Ia tetap memainkan perannya sebagai sutradara partai di balik layar mengendalikan “wayang-wayang”nya. Buktinya, sedari komjen budi gunawan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK hingga sekarang, elit-elit PDIP masih saja bersikukuh dan menampik kabar bahwa BG adalah titipan megawati. Hebat bukan? Tentu saja. Sebegitu hebatnya manuver sang ‘sutradara’ partai ini rupanya mampu menghipnotis elit-elit partainya dan partai lainnya untuk bersama-sama menjadikan diri sebagai ‘aktor’ film dalam drama KPK vs Polri. Dimulai dari penetapan secara (sangat) mendadak status tersangka terhadap BW, konferensi pers si Plt Sekjend PDIP memgenai dugaan politisasi AS pada pemilu 2014, laporan dugaan kasus saham palsu terhadap APP pada tahun 2010, hingga kasus yang baru akan dilaporkan besok (rabu, 28 januari 2015) terkait kriminalisasi yang dilakukan oleh Z pada tahun 2010. Kesemuanya tersebut pada akhirnya memang telah menimbulkan stigma publik : sebenarnya ada skenario apa dibalik ini semua ? dan, siapa tokoh yang menghimpun ‘aktor-aktor’ agar bisa memainkan perannya? Apalagi, belakangan situasi kenegaraan sedang hangat-hangatnya memberitakan kasus cicak vs buaya jilid II. Tentu dengan sangat mudah saya dapat mengamati secara “live” bagaimana situasi politik di senayan sana. Lebih lanjut, kasus cicak vs buaya jilid II ini pada akhirnya malah menjadikan presiden jokowi dalam keadaan serba terjepit. Antara harus memilih suara rakyat, atau memilih suara parpol pendukungnya yang tergabung di KIH atau memilih suara dari ibunda megawati?. Namun, siapa sangka situasi sejuk yang hadir di dua kubu KIH & KMP mendadak berubah menjadi panas pasca penetapan status tersangka terhadap BG. Apalagi, status tersangka disematkan satu hari sebelum BG melakukan fit and proper test di komisi III DPR RI. Mendadak, pada malam hari sebelum fit and proper test berlangsung, rumah megawati pun terasa penuh akan lalu lalang petinggi-petinggi partai koalisinya. Tercatat ketua partai NasDem surya paloh dan para petinggi lain sering hadir mulai dari malam sebelum fit and proper test hingga hari dimana BG dinyatakan lolos oleh DPR RI. Kunjungan-kunjungan tersebut tetap berlangsung hingga pada akhirnya, Presiden memutuskan untuk menunda pelantikan komjen BG sebagai kapolri. Meskipun presiden menegaskan bahwa dirinya hanya menunda dan bukan untuk membatalkan, tetapi tetap saja, tekanan-tekanan dari partai silih berganti menghantam presiden, mendesak presiden untuk segera melantik kapolri BG. Para elit pendukung Jokowi-JK, Hendropriyono misalnya, bahkan dengan lantang mendorong pelantikan komjen BG sebagai ‘jalan keluar’ untuk menyelesaikan persoalan secara politik. Namun bukankah pernyataan Hendropriyono ini malah mengandung seribu makna? Perhatikan.. Apa maksud pernyataannya? Apa maksud kalimat “jalan keluar untuk menyelesaikan persoalan secara politik”? mari.. silahkan kita interpretasikan masing-masing. Kemudian, pasca presiden menunda pelantikan BG, presiden secara terpisah juga memberhentikan kapolri jenderal sutarman & menunjuk wakapolri komjen badrodin haiti menjadi pelaksana tugas sementara kapolri. Menurut banyak pihak, keputusan presiden ini “blunder” dan telah mensaratkan bahwa presiden telah mengalami turbulensi tekanan politik yang sangat kuat dari berbagai pihak. Belum lagi dengan pemberhentian komjen suhardi alius dari kabareskrim, banyak pihak juga menyayangkan keputusan ini. Karena, presiden mengganti komjen suhardi dengan komjen budi waseso yang dikenal “orang dekat” dari komjen budi gunawan. Banyak pihak memprediksi akan terjadi situasi yang semakin rumit kedepannya. Logikanya : Budi gunawan adalah orang dekat megawati, Budi waseso adalah orang dekat Budi Gunawan, kesimpulannya secara tidak langsung budi waseso (bisa jadi) telah aktik memainkan perannya sebagaimana arahan dari sang sutradara partai, megawati. Namun, tak berselang lama rupanya kabar itu dengan cepat menjadi sebuah fakta. Keputusan-keputusan presiden jokowi ternyata memang tak menyelesaikan persoalan. Situasi kemudian menjadi semakin panas setelah bareskrim menangkap BW pada jumat, 23 januari 2015. Oleh banyak pihak hal ini disebut kriminalisasi atas buntut dari penundaan pelantikan komjen BG menjadi kapolri. Pasca hal tersebut, presiden pun menggelar jumpa pers yang pada pokok pidato yang tak kurang dari 5 menit itu presiden memperingatkan kepada KPK & Polri agar tidak saling bergesekan. Oleh banyak pihak, (lagi-lagi) presiden dinilai tidak menyelesaikan masalah dan malah justru sangat terlihat bahwa presiden jokowi sangat lembek dalam menyelesaikan persoalan. Pasca pidato pertama presiden ikhwal kisruh KPK vs Polri pun, lagi-lagi presiden mendapat cemoohan dari berbagai pihak. Tak terkecuali masyarakat yang sebagian merasa kecewa dengan perilakunya yang terkesan lembek dan ‘gampang diatur’. Setelah itu, presiden pun menggelar jumpa pers yang kedua dengan ditambah dengan pembentukan tim independent sebagai langkah ter-aman ditengah kisruh KPK vs Polri ini. Pada akhirnya, Sang ‘sutradara’ pun hanya cukup duduk manis di rumahnya. Mengendalikan drama politik berbalut hukum ini. Mengamati kapan momentum yang pas untuk melakukan aksi berikutnya. Lambat laun, langkah presiden sepertinya semakin terbaca. Cara-cara yang diambil oleh presiden memang terkesan sebagai cara “nyilih tangan nggo nabok wong” atau bahasa indonesianya “pinjam tangan untuk nabok orang” ini menurut saya sebagai langkah kedua, langkap pertama dilakukannya saat menetapkan BG menjadi tersangka. Presiden sepertinya tidak setuju dengan BG menjadi kapolri, maka ditempuhlah cara meminjam KPK untuk menghentikan langkahnya. Pun demikian dengan sekarang, ia membentuk tim independen sebagai langkah penyelamatnya. Alih-alih mengikuti langkah presiden terdahulu, malah justru menjadikan caranya ini kian terbuka. Ia seperti berusaha menyampaikan ke publik bahwa “saya tidak suka pilihan PDIP. Saya tidak ingin menyakiti perasaan elit partai yang mendukung saya dulu di pilpres. Demikian juga dengan kalian rakyatku. Karena itu saya meminjam tangan orang untuk mengamankan posisi saya” hal tersebut dikuatkan dengan budaya wong jowo yang sangat-sangat lembut untuk menegaskan suatu hal. Inilah yang saya tidak sukai dari presiden jokowi. caranya ini pada akhirnya malah justru menjerumuskan beliau sendiri di tengah “tangan” sang sutradara partai. Semoga presiden jokowi dapat melepaskan diri dari manuver senyap sang ibu megawati. Jakarta, 28 januari 2015 00.37 WIB.
0 Comments
Leave a Reply. |
Muhmd Aldi
Tukang komentar. khususnya seputar hukum, politik dan kebijakan publik. Merupakan pria keturunan asli Minangkabau. Archives
September 2021
CategoriesAll Catatan Kritis Fakultas Hukum UNS Gerakan Mahasiswa Hukum Hukum Tata Negara Internasional Kegiatan Keluarga Mahasiswa Fakultas Hukum Manifestasi Manifesto Politik Opini Pribadi Penegakan Hukum Politik Universitas Sebelas Maret |