Belakangan ini kita dipusingkan dengan kemelut masalah ketatanegaraan yang melanda negeri ini. Presiden dalam konferensi pers di kediamannya memberikan keterangan bahwa penundaan pelantikan komjen budi gunawan sebagai kapolri dilakukan untuk memberikan jalan kepada KPK untuk melanjutkan proses hukum. (sumber)
Hal tersebut disatu sisi saya apresiasi karena presiden masih menghormati proses hukum yang (terlanjur) berjalan di KPK, namun di sisi lain, presiden juga telah menunjukkan pada publik bahwa pilihannya kepada komjen Budi Gunawan ini kurang tepat dan sangat riskan dengan kepentingan politik. Kemelut masalah status tersangka terhadap komjen budi gunawan yang telah disetujui DPR lewat rapat paripurna ini pun pada akhirnya melahirkan stereorotip baru dikalangan masyarakat. Yakni : cicak vs buaya jilid 2. Belum lagi, belakangan tengah terjadi perombakan besar di tubuh kepolisian ditengah panasnya kontroversi proses hukum terhadap komjen Budi Gunawan ini. Banyak media yang kemudian menyangkut pautkan masalah di tubuh kepolisian ini dengan pilihan presiden kepada komjen Budi Gunawan yang berbuntut kemelut internal di tubuh kepolisian. Entah istilah “perang bintang”, “balas jasa”, ataupun “balas dendam” setidak-tidaknya itu semua pernah menjadi headline news yang menarik untuk diperbincangkan di media. Hal ini kemudian menambah stereotip baru, bahwa yang berseteru disini bukan hanya ada KPK & Polri. Namun, juga ada peran presiden didalamnya. Sehingga, stereotip yang muncul pun bertambah karena blundernya presiden untuk memilih kapolri. KPK vs Polri vs Presiden. Sebenarnya kemelut drama KPK vs Polri ini sudah pernah kita saksikan saat kasus Bibit Samad dan Chandra Hamzah mencuat dulu pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, jalan yang ditempuh SBY menurut saya lebih tegas dan terarah. Berbeda dengan jalan presiden sekarang yang sarat akan ‘dikte’ politik dari suatu pihak. Saat itu, presiden SBY sesuai dengan kewenangannya sebagai kepala negara, memerintahkan Jaksa Agung untuk men-Deponeering kasus tersebut. Deponeering sendiri adalah cara kepala negara yang dituangkan kedalam suatu Beleid atau produk hukum untuk memberikan ‘hak’ kepada Jaksa Agung untuk menghentikan penyelesaian suatu kasus jika kasus tersebut kebetulan menyangkut dengan kepentingan orang banyak. Namun, permasalahannya, KPK disini merupakan suatu lembaga hukum ad hoc yang mana merupakan lembaga ekstra di luar Polri dan kejaksaan agung yang sama sekali tidak mengenal SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). Sehingga bila kita melihat dengan kacamata normatif, sebenarnya prinsip Deponeering ini tidak dapat dilakukan oleh presiden kepada KPK. Akan tetapi, sejujurnya saya tetap mengharapkan adanya langkah tegas dari presiden jokowi untuk mengatasi kemelut masalah hukum yang menimpa calon kapolri Budi Gunawan ini. Saya memandang perlu, presiden membentuk tim investigasi independen dimana tim tersebut bertugas untuk menyingkirkan kecurigaan publik terhadap KPK. mengapa hal ini diperlukan? setidaknya ini bisa menegaskan dan membuktikan kepada publik bahwa penetapan status tersangka terhadap komjen Budi Gunawan ini bukanlah sebuah ‘pesanan’ politik dari suatu pihak. Dan juga, hal ini dapat membersihkan pandangan-pandangan miring sebagian orang terhadap KPK. karena KPK dalam hal ini merupakan sebuah lembaga hukum, bukan lembaga politik yang memainkan perannya jika ada suatu hal yang dapat (berpotensi) merugikan keberadaannya. Saya merupakan salah satu orang yang heran, mengapa bisa KPK menetapkan status tersangka terhadap komjen Budi Gunawan sehari sebelum masa fit and proper test di komisi III DPR dilakukan? Jika kita menggunakan logika, setidaknya ada banyak waktu luang bagi KPK untuk menetapkan status tersangka terhadap komjen Budi Gunawan. Karena notabenenya, sudah sejak lama KPK mengintai komjen Budi Gunawan. Namun, mengapa KPK harus menetapkan status Tersangka terhadap komjen Budi Gunawan tepat sehari sebelum proses fit and proper test berlangsung? Bisa saja KPK ‘ditekan’ pihak-pihak tertentu yang tidak setuju dengan pengusulan calon tunggal komjen Budi Gunawan menjadi cakapolri. Bisa saja demikian. Entah ditekan dari tubuh internal kepolisian. Atau, KPK berusaha ‘mencuci tangan’ pilihan kotor jokowi yang sarat akan pengaruh politik Megawati? Bisa jadi. karena belakangan ketika saya berkantor di komisi III DPR-RI, saya banyak mendengar info dari informan-informan saya yang sangat terpercaya yang mengatakan bahwa ke-blunder-an presiden jokowi dalam memilih Komjen Budi Gunawan sebagai cakapolri disebabkan oleh intervensi tekanan politik yang sangat besar dari oknum-oknum partai pengusungnya. Tentu saya rasa saya tidak perlu menyebutkan karena pastilah kita tau siapa oknum & partai tersebut. Tapi, lebih jauh lagi ditengah teka-teki politik pilihan presiden jokowi ini, di dalam otak presiden jokowi saya melihat ada pola yang sudah di design sedemikian rupa untuk membuka jalan ‘terbaik’ presiden jokowi. Presiden tidak ingin mengecewakan oknum & partainya tersebut meski resikonya adalah reputasi beliau di depan publik. Itulah yang menyebabkan pada akhirnya mengapa kecurigaan saya muncul di KPK. apakah KPK sengaja digunakan presiden untuk membersihkan pilihan blunder presiden terhadap komjen Budi Gunawan? Bisa saja demikian skenarionya. Itulah mengapa presiden mengambil jalan terbaik untuk dirinya yakni : menunda pencalonan komjen Budi Gunawan sebagai kapolri. Langkah aman karena presiden tidak ingin mengecewakan dukungan politik dari partai-partai pengusungnya. Bayangkan, jika saja (seandainya) pasca penetapan status tersangka presiden langsung membatalkan dan menarik usulan tunggalnya kepada Budi Gunawan kepada DPR, pasti presiden saat ini sedang di-bully oleh partai pendukungnya dengan alasan “presiden telah melakukan Contempt of Parliament (pelecehan terhadap parlemen) karena tidak menghormati keputusan DPR untuk menyetujui komjen Budi Gunawan sebagai kapolri”. Dan kemungkinan terburuk bisa saja partai-partai pendukungnya yang berada di senayan menarik dukungan politik kepada presiden. Ancamannya? Presiden akan sendirian, tanpa dukungan kuat dari partai pengusung terutama PDI-P maka ‘power’ dari seorang presiden adalah sebuah keniscayaan. Presiden akan dengan sangat mudah di impeachment, apalagi jika KPK & KIH bersatu untuk melawan presiden. Bisa hancur riwayat presiden. Dan bagi saya, saya rasa ini pilihan politik yang tidak akan mungkin diambil oleh presiden karena besarnya resiko. Lalu bagaimana jika presiden (seandainya) tetap melanjutkan proses pelantikan terhadap komjen Budi Gunawan? Tentu saya dapat memprediksi. Akan ada banyak agenda-agenda kepolisian yang ‘terselubung’ yang belum pernah terfikirkan sebelumnya. Saya menjadi saksi yang terlibat langsung saat rangkaian proses fit and proper test komjen Budi Gunawan berlangsung di DPR-RI. Salah satu yang sangat mungkin terjadi ialah penguatan fungsi kepolisian dan pelemahan fungsi KPK dan berujung pada pembubaran KPK secara politik. mengingat saat saya sedang kerja di DPR, saya banyak mendengar suara-suara bising dari anggota dewan yang menyatakan bahwa “fungsi kepolisian & kejaksaan harus diperkuat. dan saat ini, kami sudah tidak butuh lagi adanya KPK. KPK sudah melebihi kewenangan”. Budi Gunawan sendiri dimata saya (sepertinya) cukup mudah untuk merealisasikan hal tersebut karena sebagian besar kolega-kolega nya merupakan politisi senayan yang memiliki agenda terselubung 5-tahunan. Belum lagi, bila presiden jokowi tetap bersikukuh melantik komjen Budi Gunawan sebagai kapolri ditengah proses hukum yang berjalan, bukan tidak mungkin presiden akan kehilangan dukungan masyarakat dan stereotip yang berkembang bahwa : “Presiden Indonesia yang sebenarnya adalah Megawati & Jokowi adalah Boneka” akan semakin dan semakin menguat. peran PDI-P kedepannya pasti akan selaku disangkut-pautkan di balik semua kebijakan-kebijakan yang diambil oleh presiden jokowi. teori konspirasi pasti akan selalu dinomor-satukan masyarakat untuk menilai kinerja presiden jokowi. itu pasti. Kita tentu sudah mengetahui bagaimana eloknya budaya adat ketimuran kita. Bagaimana kita mengucapkan rasa terimakasih sebanyak-banyaknya terhadap seseorang yang membantu kita. Bagaimana kita merasa ‘ada yang kurang’ jika belum memberi sesuatu kepada orang yang pernah membantu kita. Saya rasa itulah yang melatar belakangi mengapa presiden kita ini terasa sangat-sangat-sangat loyal kepada Megawati dan partai-partai pengusungnya di masa pencalonannya sebagai calon presiden. Itupun belum terhitung orang-orang non partai yang banyak membantu beliau melanggeng ke istana negara. Lebih dalam lagi, saya tahu persis, bagaimana eloknya wong solo jika sudah dipertemukan dengan orang yang pernah membantu di masa lalu. Budaya ketimuran yang nampak dari sosok presiden jokowi ini tidak dapat dibantah. Si satu sisi bagus memang. Namun, alangkah lebih elok nya jika cara balas budinya bukan dengan cara memberikan bagi-bagi kursi jabatan publik kepada semua orang yang berjasa besar di masa lalu. Apalagi, cara yang dilakukannya sangat konvensional dan cenderung terburu-buru. Nampak sekali intrik busuk yang tidak dapat dinafikan oleh presiden jokowi. nampak pula ada agenda terselubung jangka pendek yang hadir dibalik rangkaian drama politik pencalonan komjen Budi Gunawan ini. Rekomendasi Saya rasa, presiden jokowi perlu mengevaluasi diri lebih dan jauh lebih dalam lagi. Ini bukan lagi saatnya intervensi kepentingan politik didalam tiap kebijakan selalu dijadikan pertimbangan utama oleh presiden. Presiden sejatinya merupakan jabatan utama yang mempresentasikan seluruh elemen masyarakat, pemerintahan dan negara indonesia di depan panggung dunia. Bukan saatnya lagi kita melihat dramatisasi KPK vs Polri vs Presiden & kepentingan politik dibaliknya. Bukan saatnya lagi kita melihat presiden jokowi bertingkah kekanakkan, ketidaksigapannya pada isu KPK vs Polri ini bisa jadi malah menjadi boomerang kuat yang dapat menjatuhkan dukungan masyarakat kepada beliau. Presiden jokowi harus sadar, ekspektasi yang diberikan masyarakat kepada beliau sungguh besar kepada porsi penegakan hukum nasional. Terutama pada trisula lembaga : KPK, Polisi dan Kejaksaan. Presiden jokowi harus sadar, bahwa tidak selamanya ia selalu bisa tunduk didepan kemauan partai dan “ibu” nya. Presiden milik semua rakyat. Buatlah sebuah pilihan yang masih menjadi bagian integral dari kemauan masyarakat luas. Buatlah publik percaya bahwa masih ada harapan pada proses penegakan hukum yang ditegakkan oleh trisula lembaga KPK, Polri & kejaksaan. Berhentilah menyelamatkan reputasi diri wahai sang presiden indonesia. Berhentilah memainkan skenario cerdik yang pada akhirnya malah akan menipu diri sendiri dan kaummu. Sadarlah, bahwa pencalonan kapolri ini merupakan sebuah awal mula indonesia dapat meraih cita bangsa yakni menegakkan hukum dengan seadil-adilnya bagi semua pihak. Biarlah proses hukum yang berjalan di KPK tetap kami kawal hingga ada putusan hukum yang inkracht dari pengadilan. Tunjukkanlah kepada kami bahwa masih ada sebuah keadilan dibalik penetapan status tersangka terhadap Budi Gunawan ini. Kami masih berharap wahai para wakil rakyat kami, bantulah kami rakyat indonesia agar bisa mempercayai pimipinan korps bhayangkara yang berintegritas (jika terpilih) nantinya. Pada akhirnya, mata hati masyarakat indonesia tidak dapat tertipu oleh permainan intrik politik kalian! Jakarta, 19 januari 2015 02.41 WIB
0 Comments
Leave a Reply. |
Muhmd Aldi
Tukang komentar. khususnya seputar hukum, politik dan kebijakan publik. Merupakan pria keturunan asli Minangkabau. Archives
September 2021
CategoriesAll Catatan Kritis Fakultas Hukum UNS Gerakan Mahasiswa Hukum Hukum Tata Negara Internasional Kegiatan Keluarga Mahasiswa Fakultas Hukum Manifestasi Manifesto Politik Opini Pribadi Penegakan Hukum Politik Universitas Sebelas Maret |