Akui saja, anda pasti pernah melakukan screen-capture / tangkapan layar percakapan Whatsapp (selanjutnya saya sebut WA) tanpa izin dari lawan bicara kan? Tentunya anda melakukan itu dengan niat, maksud dan tujuan yang beragam. Entah untuk iseng, menjadikannya sebagai amunisi: “wah, si X ternyata memiliki pendapat kontoversi seperti ini”, menjadikannya sebagai sebuah gosip yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, sampai menjadikannya sebagai bahan bercandaan, dlsb, dlsb. Selain itu, anda pasti juga tidak pernah meminta izin kepada lawan bicara untuk melakukan capture percakapan. Semua dilakukan atas inisiatif sendiri yang tentunya memenuhi unsur kesengajaan. Anda mungkin tenang-tenang saja dan beranggapan bahwa percakapan yang anda capture tidak akan membuat lawan bicara tersinggung. Capture pun disebar ke grup atau individu tertentu tanpa niat melawan hukum. Namun, bagaimana jika situasinya semakin kompleks? Misalnya setelah anda sebarkan ke grup sebagai maksud untuk dijadikan sebagai bahan pergunjingan. Hingga pada suatu pertemuan, si lawan bicara (orang yang digunjing) melihat dan mendengar sendiri pergunjingan anda dan kawan-kawan segrup WA yang berasal dari percakapan antara anda dengannya. Dalam hal si lawan bicara tersinggung dan berencana membawa ini ke ranah Pidana atas tuduhan penghinaan. Apakah bisa? Jawabannya bisa. Definisi dari gosip menurut KBBI berarti obrolan tentang orang-orang lain, cerita negatif tentang seseorang dan pergunjingan. Oke, apa yang anda lakukan berarti sudah masuk kategori cerita negatif. Anda melakukan secara sadar, dan penyebaran dilakukan atas inisiatif sendiri. artinya ada niat dan kesengajaan didalamnya. Kemudian untuk mengetahui apakah perbuatan tersebut merupakan tindak pidana atau bukan, mari kita lihat bunyi pasal 315 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana: “Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah Dari bunyi dimaksud, saya menggarisbawahi unsur (i) penghinaan dengan sengaja, unsur (ii) pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang dan unsur (iii) di muka orang itu sendiri. Ketiga unsur pidana tersebut bagi saya sudah terpenuhi dengan contoh kasus yang sudah saya jelaskan. Maka tidak ada lagi alasan untuk tidak menuntut atas dakwaan 315 KUHP penghinaan ringan dengan ancaman pidana berupa penjara paling lama 4 bulan dua minggu atau denda paling banyak empat ratus ribu rupiah. Jika contoh kasus tadi menggunakan hukum pidana umum (tidak menggunakan UU ITE), sekarang mari kita bahas menggunakan perspektif perdata. Mengenal Enkripsi End-to-End Aplikasi pengolah pesan seperti WA memiliki standar keamanan dan privasi yang ketat dalam suatu percakapan. Dilansir dari laman resmi Pusat Bantuan WhatsApp, Enkripsi end-to-end WhatsApp adalah suatu sistem pengamanan yang dirancang untuk memastikan bahwa hanya anda dan lawan bicara saja yang dapat membaca pesan yang telah dikirim dan tidak ada orang lain di antara anda, bahkan perusahaan WhatsApp yang dapat membaca dan mengaksesnya kecuali dalam rangka penegakan hukum. Ini dapat dimaknai bahwa percakapan anda dan seseorang adalah percakapan person-to-person atau dalam bahasa sederhana saya yakni ruang privat. Tidak ada yang mengetahui kecuali ada salah seorang diantara anda atau lawan bicara yang membocorkan dengan maksud dan tujuan tertentu. Lantas bagaimana dengan grup? Bagi saya, grup WA yang beranggotakan lebih dari 2 orang sudah termasuk kedalam kategori ruang publik, bukan lagi ruang privat seperti percakapan inter-personal 2 orang, meskipun didalam grup WA tetap ada enskripsi end-to-end sekalipun. Sebab ketika masuk ke grup percakapan, batasan antara ruang privat dengan ruang publik belum jelas. Kecuali grup WA tadi sudah disepakati bersama status percakapannya sejak pembentukan grup pertama kali: privat atau publik. Namun dalam hal itu tidak disepakati, maka berlaku argumen sebelumnya. Sampai disini dapat dipahami bahwa setiap percakapan inter-personal melalui aplikasi berbasis daring itu bersifat rahasia. Yang mengetahui hanya orang yang terlibat dalam percakapan sebab ia memiliki kedudukan hukum (legal standing) yang paling kuat untuk melakukan perbuatan hukum. Persetujuan sebagai hal yang mendasar |
Muhmd Aldi
Tukang komentar. khususnya seputar hukum, politik dan kebijakan publik. Merupakan pria keturunan asli Minangkabau. Archives
September 2021
CategoriesAll Catatan Kritis Fakultas Hukum UNS Gerakan Mahasiswa Hukum Hukum Tata Negara Internasional Kegiatan Keluarga Mahasiswa Fakultas Hukum Manifestasi Manifesto Politik Opini Pribadi Penegakan Hukum Politik Universitas Sebelas Maret |