Siang itu terik sekali, setelah saya berangkat dari kost menuju kampus, saya menyusuri tangga menuju ruang sidang II lantai tiga FH UNS. Saya pun duduk di tempat duduk paling belakang. Ya, hari itu H-14 menuju keberangkatan kami tim MCC FH UNS ke event national moot court competition piala bulaksumur II di UGM. Sebenarnya tidak ada yang spesial pada hari itu, namun pada hari tersebutlah ada saat dimana saya terpaksa untuk menyelami kembali masa lalu, ada moment dimana rasanya dimensi pikiran saya diputarbalikkan untuk dapat disusuri kembali jejak-jejak masa lalu saya. Saya dengan sangat terpaksa harus membuka ruang labirin masa lalu saya. Moment tersebut sendiri tercipta ketika kedua rekan wanita saya saling bercerita dan kebetulan saya yang saat itu berada di kursi belakang kelas tak sengaja mendengarnya, salah satu dari mereka menceritakan pada temannya bahwa ia baru saja menyaksikan sebuah lanjutan dari sebuah film yangmana film sebelumnya terakhir produksi pada tahun 2002. Ia bercerita dengan heboh hingga saya yang pada saat itu sedang membaca buku pun dibuat ‘terpaksa’ menyimak ceritanya tersebut. Benak saya pun pada saat itu bertanya ‘memangnya film apa? Mengapa harus menunggu 12 tahun dulu baru ada lanjutannya?’. Akhirnya pertanyaan saya pun terjawab ketika rekan wanita saya yang lain dari tempat berbeda memotong pembicaraan kedua rekan saya sambil berkata ‘pasti AADC ya? Wah bagus banget tau’. Seketika ketika mendengar jawaban AADC pun saya langsung bertanya pada diri sendiri, disatu sisi tentu saya mengetahui AADC karena walau pada tahun 2002 saya masih berumur 9 tahun namun saat itu saya telah menonton beberapa film-film indonesia dari kegemaran abang-abang saya mengoleksi CD film. Waktu itu saya ingat sekali menonton bersama keluarga saya. Ya, pada era awal 2000-an memang sangat booming sekali ditiap rumah ada VCD player. Dapat dipastikan pada era tersebut hampir semua rumah memiliki VCD player terutama rumah saya. Baik, kembali lagi. Walau disatu sisi saya dahulu telah menonton AADC namun disisi lain saya penasaran untuk menonton kembali film tersebut karena jujur, anak umur 9 tahun seperti saya pada tahun 2002 tidak mungkin mengerti dan masih hafal tiap scene dari film AADC tersebut, apalagi rentang waktu 12 tahun bagi saya tentu bukan perkara mudah untuk menghafal dengan detail scene per scene dari AADC. Belum lagi, rasa penasaran ini memuncak ketika rekan-rekan wanita saya makin asyik dan antusias bercerita pengalaman kisahnya dulu pada umur 9 tahun menonton AADC. Setelah dihinggapi rasa penasaran yang cukup besar akhirnya saya pun memutuskan untuk menonton lanjutan dari AADC 2002 tersebut di youtube, ketika saya menonton mini drama AADC tersebut di youtube perasaan saya campur aduk sekali, entah mau senang atau sedih karena jujur saya tidak tahu mengapa cinta (salah satu peran di AADC) berkata pada rangga “memangnya 1 purnama di new york beda dengan di jakarta?”. Pertanyaan saya pun muncul, ‘apa itu purnama? Mengapa 1 purnama?’. Ya, saya pun berfikir sejenak sehabis saya menonton mini drama AADC tersebut, rasa-rasanya bukan kepuasan karena mengalahkan rasa penasaran yang saya dapatkan melainkan malah pertanyaan yang lebih besar yakni ‘emangnya film AADC dulu kaya gimana sih?’. Akhirnya saya pun memutuskan untuk menjawab pertanyaan kepada diri saya sendiri nanti. Ya, nanti ketika saya memiliki waktu lebih untuk download film AADC 2002 dan menontonnya, mengingat begitu padatnya jadwal saya akhir-akhir ini. Keesokan harinya di tempat dan keadaan yang sama akhirnya saya berhasil download AADC versi 2002 dan 2014, tak sabar rasanya untuk segera menonton versi yang jadul dulu. Namun keinginan tersebut harus tertunda karena padatnya jadwal saya hingga event ini tiba ya kira-kira H-13 hari lagi. Namun, keesokan harinya akhirnya saya dapat menyaksikan film AADC 2002 tersebut. Padahal saya berencana untuk menontonnya nanti karena saya menganggap bukanlah sesuatu yang urgent sekali bagi saya untuk sesegera mungkin menontonnya. Simple rasanya alasan mengapa saya memutuskan menonton pada hari ini, hal tersebut dikarenakan adanya message dari LINE yang mengatakan bahwa film AADC 2002 dan 2014 akan diputar di kompas TV malam ini jam 18.30 (saat itu saya membaca message pukul 18.00). seketika membaca message tersebut saya pun berkelakar ‘ah, andaikan di kost saya ini bisa nonton TV’ maklum karena memang di kost saya yang terbilang sederhana ini saya menggunakan TV tunner yang disambungkan dengan monitor komputer, walau telah dipasang antenna dalam ruangan pun menurut saya percuma, mengingat TV tunner saya sendiri lebih seperti TV mainan karena lemahnya menangkap sinyal dari antenna dalam ruangan. Keadaan di kost saya pun tergolong mendukung untuk menonton sebuah film, saat itu keadaan sedang hujan deras. Saya yang sebelumnya berkeinginan untuk keluar mencari udara segar dengan seseorang pun harus tertahan di kamar kost. Suatu quality time yang menurut saya sangat jarang saya lakukan mengingat padatnya jadwal saya diluar kost. Kembali lagi, singkat cerita akhirnya sekitar pukul 21.00 saya pun memutuskan menonton AADC 2002 kemudian disambung versi 2014. Durasi film tersebut jika ditotal kira-kira 2,5 jam. Saya pun melahap AADC versi 2002 dan versi 2014 secara bergiliran. Hingga kira-kira selesai pukul 23.15. selesai menonton kedua versi tersebut saya merasa terenyuh. Bukan dikarenakan filmnya yang bagus karena mengisahkan dua anak manusia yang sedang falling in love dan harus berpisah karena sebuah pilihan, namun lebih kepada sebuah pesan moril yang mendalam dan soft penyampaiannya. Yakni adalah tekad & prinsip! Kita tahu, sebagai manusia kita pribadi memiliki sebuah tujuan atas dasar keyakinan, kemauan & pilihan kita tempo dulu. Pilihan kita hari ini lah yang akan menentukan kedepannya kita akan menjadi apa. Di film AADC 2002 saya dapat menemukan makna perjuangan mempertahankan idealis dengan perspektif tahun 2000-an. Rasanya film tersebut menyiratkan kepada penonton bahwa pada dasarnya manusia diciptakan untuk sebuah tujuan, sebuah capaian yang besar. Dan capaian yang besar itu selalu datangnya dari dalam benak diri kita sendiri, bukan dari orang lain. Film AADC 2002 tersebut berhasil membawa saya menyelami ruang dan waktu dimulai pada saat saya masih berumur 9 tahun hingga sekarang, dimulai dari sifat kekanakkan, egois, mau menang sendiri dan segudang watak & sifat lain. Itulah saya. Sekilas ketika menonton film tersebut emosi saya seperti terbawa ke era putih abu-abu dahulu. Walau memang masa putih abu saya bukanlah seperti pada era 2000-an tapi tetap saja sama menurut saya. Saya sendiri seperti terombang-ambing dibuatnya. Saat menonton film tersebutlah saya merasa seperti memasuki ruang & dimensi waktu yang telah saya lewati sebelumhya. 1 jam 45 menit tersebut berhasil membuat saya terbius dengan amat cantik karena lewat film ini, kedepannya saya menyadari bahwa saya bukanlah siapa-siapa tanpa sebuah tekad yang kuat dan komitment yang teguh. Tengoklah kedalam film AADC versi 2002, sudah berapa kali saya melihat scene dimana rangga ataupun cinta bersikukuh dengan prinsipnya? Atau ketika rangga mengatakan pada cinta tentang pemikiran ayahnya yang radikal & subversif sehingga menyebabkan ayahnya ‘dibungkam’ oleh penguasa pada era itu? Atau ketika rangga seumur hidupnya mengatakan rahasia besarnya hanya kepada pak wardiman (tukang sapu SMA) dan cinta mengenai kondisi broken home nya karena ibu dan kakak-kakaknya lebih memilih cerai dan meninggalkan rangga karena ibunya takut dengan pemikiran radikal serta betapa berbahayanya ayah rangga tentang sebuah prinsip melawan kelaliman penguasa atas ‘kebenaran yang hakiki’? Ya,itu adalah sebagian kecil dari pesan moril yang luput oleh pantauan sineas film dimana sebenarnya tersirat dari si pembuat film AADC 2002. Jenius menurut saya, pesan moril tersebut telah berhasil disisipkan di film remaja ABG pada tahun tersebut, namun sayang sekali pada waktu itu saya belum cukup cerdas untuk mengerti secara mendalam film AADC 2002 tersebut, saat itu yang saya ingat saya lebih tenggelam pada euphoria para sineas perfilman indonesia, wajar karena saat itu semua orang banyak yang memuji film tersebut. namun sangat disayangkan perspektif pujian yang digunakan dari para penonton AADC 2002 lebih kepada percintaan dan romantisme kisah anak manusia. Jujur saya agak sedikit menyayangkan pemikiran tersebut. Karena menurut saya alangkah lebih baiknya bila menonton sebuah film haruslah dikupas dari berbagai perspektif kritis terutama mengenai pesan moril dari film tersebut. Tapi, yasudahlah tentu saya tidak mau membahas terlalu panjang mengenai pemikiran saya ini. Baik, kembali ke topik. Kesemua contoh scene AADC 2002 yang tadi saya sampaikan adalah beberapa contoh yang dapat dipetik dan malah hal tersebut dapat dijadikan boomerang ke diri kita bahwa hingga saat in sudah berapa kuatkah kamu menggenggam prinsip dengan tekadmu demi tujuan yang hendak kau bangun dahulu wahai pemuda?. Ask your self now! Setelah menonton AADC 2002 pun saya dibuat penasaran kembali mengenai kelanjutan kisah dari hubungan dua anak manusia tersebut. Akhirnya, saya pun memutuskan untuk menonton lagi mini drama AADC 2014. Tentu saja, saya menonton dengan satu catatan! Yakni saya akan menonton lagi karena saya telah tahu base story yang akan digunakan sebagai lanjutan dari AADC versi 2002. Setelah menontonnya pun kembali saya merasa terenyuh. Disatu sisi akhirnya saya senang karena ‘tahu maksudnya apa’ dan di sisi lain ada sebuah capaian yang luar biasa dari tokoh-tokoh fiktif di film tersebut. Bayangkan, selama tempo 12 tahun tidak bertemu tokoh-tokoh di mini drama AADC 2014 tersebut telah menjadi orang sukses atas kemauan mereka sendiri! Namun tentu saja frase ‘sukses’ menurut perspektif saya bukanlah ketika kita memiliki segalanya atas materi dan jabatan semu, namun lebih kepada capaian pribadi yang berhasil di laksanakan didasarkan pada cita-cita terdahulu. Lalu, contoh suksesnya seperti apa? Kita lihat saja kedua tokoh utama di mini drama tersebut! Sepanjang analisis saya, tokoh utama cinta yang diperankan oleh dian sastrowardoyo di mini drama AADC 2014 telah sukses menjadi ‘orang’ di salah satu perusahaan pers skala multinasional di jakarta. Mengingat cinta dahulu saat masih duduk di bangku SMA memang memiliki hobi di ekstrakulikuler pers siswa, sedangkan tokoh rangga yang diperankan apik oleh nicholas saputra juga berhasil sukses menjadi jurnalis skala internasional di new york mengingat dahulu saat SMA rangga memang merupakan anak yang terbiasa dengan kata-kata emas diatas kertas. Dan walau ke-4 sahabat dari cinta tidak dijelaskan secara eksplisit apa pekerjaannya namun nampak dari pakaian, tutur kata, bahasa tubuh dan wibawa mereka, mereka juga berhasi menjadi orang sesuai bidang yang dicita-citakan sejak dahulu. Ya, sekali lagi. Inilah keadaan yang saya sebut sebagai konstan dalam melangkah. Melangkah dalam hidup kedepan. Konsisten dalam mengambil sebuah pilihan. Karena prinsip adalah prinsip. Dan prinsip tentu berawal dari mimpi. prinsip takkan hidup tanpa tekad kita untuk terus memperjuangkannya. Saya analogikan prinsip sebagai lilin maka lilin itu harus tetap dijaga. Dijaga hingga lilin tersebut akhirnya mati. Bukan mati karena dipaksa, dibungkam oleh materi duniawi, dibungkam karena pekeweuh, apalagi dibungkam karena takut penguasa yang dewasa ini telah banyak bertransformasi dengan berbagai rupa & jenis terutama bertransformasi menjadi orang-orang terdekat kita. Namun mati karena memang sudah saatnya untuk mati. Sebuah renungan untuk saya, inilah sebuah keadaan pengenalan diri saya kembali melalui film AADC 2002 & 2014. Saya tidak ingin membahas hanya dari perspektif cinta-cintaan karena memang menurut saya sangat maninstream jika hanya membahas cinta-cintaan saja. Oke intinya Saya benci dengan AADC mini drama 2014, mengapa harus muncul sekarang? Mengapa bukan esok saja? Karena dengan begitu tentu saya tidak perlu lelah-lelah untuk memasuki dimensi ruang & waktu pengalaman-pengalaman saya yang terdahulu selama hampir saya jalani 12 tahun. Waktu terasa begitu cepat dan saya pun tidak punya waktu untuk ‘menengok’ kembali kebelakang! saya pun juga tidak perlu lelah-lelah untuk mengevaluasi diri ini menjadi lebih baik. Film ini menurut saya memang adalah salah satu cara ampuh untuk mengevaluasi diri. Karena dengan film saya sendiri merasa seperti masuk ke time warp dimana saya diharuskan untuk merunutkan kembali pengalaman-pengalam saya, dimana saya harus sadari kembali kesalahan-kesalahan di masa lalu yang saya lakukan bahwa saya harus menang melawan arus waktu yang selalu maju ini! ah, rupanya saya memang harus betul-betul membenci munculnya AADC 2014! Karenanya, saya dapat mengkoreksi diri menjadi lebih baik lagi. Waktu 12 tahun yang telah berlalu akan menjadi bekal pelajaran dan peluru saya dimulai dari hari ini untuk selamanya! Saya adalah pejuang dan pejuang, tidak pernah kalah dan menyerah dalam medan tempur! (10 November 2014)
0 Comments
Leave a Reply. |
Muhmd Aldi
Tukang komentar. khususnya seputar hukum, politik dan kebijakan publik. Merupakan pria keturunan asli Minangkabau. Archives
September 2021
CategoriesAll Catatan Kritis Fakultas Hukum UNS Gerakan Mahasiswa Hukum Hukum Tata Negara Internasional Kegiatan Keluarga Mahasiswa Fakultas Hukum Manifestasi Manifesto Politik Opini Pribadi Penegakan Hukum Politik Universitas Sebelas Maret |